Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 27 Juli 2008

Merdeka atau Mati


Awalnya saya merasa hidup ini kejam dan tak menaruh belas kasihan. Tak pelak lagi, setiap hari hidup akan memberikan pengalaman getir yang mungkin tidak kita sukai. Ketika kita sedang asyik-asyiknya menikmati kebahagiaan, hidup menunjukkan sisi gelapnya. Dan flush... kebahagiaan pergi tak berbekas. Dan akhirnya, jika harus memilih, dengan jalan pikiran yang pendek, kita mungkin lebih memilih mati.

Tapi apakah hidup itu berjalan seburuk itu? Jawabannya tidak. Ken Hudgins berkata: "Arti hidup adalah memberi arti pada hidup itu sendiri; hidup itu bukanlah menerima tetapi memberi". Sebuah pesan sederhana dengan pesan filosofis yang dalam. Ironis, kita tidak pernah bertanya pada diri kita sendiri sudah berapa banyak hal yang kita lakukan untuk merubah hidup, menatanya dan mem-furnishnya dengan indah seperti kita mendekor rumah istana kita. Sebaliknya, hidup kita seolah-olah hanya sebuah kepasrahan. Kita hanya menjadi penunggu, peminta, dan pengemis hidup. Kenapa kita tidak mengusahakan sesuatu. Pernahkah kita bertanya pada diri kita untuk apa Tuhan menciptakan kita. Bukankah kita diberi kemampuan dan keistimewaan luar biasa oleh-Nya. Bukankah Tuhan menciptakan kita sebagai pemimpin atas diri kita dan pemimpin dunia. Tidak hanya itu, tidakkah kita berpikir bahwa Tuhan telah menciptakan mata agar tidak membuat kita buta melihat segala nikmatnya. Bukankah kita diberi tangan olehnya sehingga kita bisa menulis berbagai keindahan hidup ini. Bukankah kita hidup di dunia ciptaan-Nya yang Indah. dan Bukankah....?

Tidak ada sebuah pemungkiran nyata selain buta akan makna hidup. Sebagai ilustrasi saya mengutip postingan situs teman saya untuk membantu pemahaman kita;

Saat engkau beranjak dewasa engkau akan temkuan bahwa hidupmu penuh arti bagi orang-orang di sekitarmu.
Saat engkau menganggap engkau dapat hidup bebas sebenernya engkau tidak hidup bebas…….

Saat engkau duduk di bangku kuliah engkau mengganggap bahwa hidupmu bergantung pada nilai-nilai mata kuliah yang engkau dapat, itu salah teman, hidup yang engkau jalani semasa kuliah sebenernya hanya di hitung dari nilai yang engkau dapat, saat engkau mendapat nilai baik engkau akan di puji tapi disaat engkau mendapat nilai jelek, adakah orang yang perduli dengan keadaanmu saat itu??

Setelah engkau menyelesaikan masa studimu dan engkau beranjak untuk bekerja, engkau sempat berpikir bahwa kehidupanmu adalah itu, engkau akan merasa dihargai saat engkau berhasil membawa perusahaan ke arah lebih baik, banyak pujian yang datang kepadamu dan setelah itu mungkin engkau akan naik jabatan. Engkau menganggap bahwa itu adalah kehidupanmu, tapi apakah engkau tau bahwa saat engkau bekerja, engkau hanya dianggap sebagai nilai statistik belaka? nilai yang kadang-kadang bisa turun dan naik?? apakah itu kehidupanmu??

Engkau akan menyadari kehidupanmu sangat beharga saat engaku pulang kuliah atao pulang dari kantor. Disana masih banyak yang membutuhkan kamu, membutuhkan perhatian kmu dan sebenernya nilai dari kehidupan itu sendiri adalah saat itu. Bagaimana engkau dapat memberikan kehidupan bagi orang lain, memberikan perhatian kepada orang lain, entah itu bonyok, kakak, adik, atao teman kamu.


Di sinilah sebuah makna. Hidup akan menjadi membosankan jika dibuat dengan parameter angka-angka. Hidup bukanlah angka-angka. Tapi sebuah kebermaknaan diri kita yang Tuhan telah anugerahkan. Apakah kita ingin hidup kita membosankan?

Cara Berbahagia

Meraih Bahagia

Cara berbahagia adalah upaya meraih kebahagiaan. Bahagia berarti mencapai kesejahteraan psikis pada setiap kondisi dan situasi. Hidup tidak hanya hitam dan putih, namun dipenuhi beragam warna. Berbagai situasi dan kondisi hidup, entah itu senang, susah, biasa-biasa, rutin, monoton, semua harus bisa dan berani dihadapi. Tentu adalah pertanyaan besar apakah kita dapat memaknai kebahagiaan itu atau tidak. Ada beberapa hal yang harus dipahami tentang kebahagiaan.

Pertama, bahagia bukan tujuan, tapi proses. Adalah sia-sia jika seseorang menempatkan bahagia di ujung harapan, lalu berangan menggapainya. Upaya ini rentan mendekatkan manusia pada kondisi depresi. Bahagia ada di dalam proses hidup, apa pun tujuan kepuasan yang ingin dicapai. Dengan menikmati setiap gulir waktu, peristiwa, persoalan, pemecahan masalah, maka bahagia dengan sendirinya telah dimiliki. Pada saat orang mampu memberi makna positif pada setiap detail kehidupannya, maka ia memiliki bahagia. Makna positif itu
adalah membiarkan seluruh diri melebur di dalam waktu. Melepaskan kecemasan dan ketakutan, membebaskan pikiran dari upaya-upaya pembelaan diri yang kaku. Merasakan denyut nadi, detak jantung, dan aliran darah, secara alamiah, hingga melonggarkan manusia dari pola-pola tidak sehat. Menyerahkan jiwa sepenuhnya pada proses kehidupan yang tengah bergulir atau dengan kata lain pasrah.

Kedua, bahagia memiliki kekuatan resonansi. Kebahagiaan yang dimiliki seseorang akan dapat menggetarkan sekelilingnya, sehingga orang lain turut merasakannya dan memiliki bahagia. Cara kita menikmati proses demi proses kehidupan adalah inspirasi bagi orang lain. Berbuat sesuatu yang inspiratif seharusnya jauh dari perbuatan buruk, melanggar norma ataupun merugikan orang lain. Menginspirasikan nilai hidup positif bagi orang lain adalah kebahagiaan. Apabila kebahagiaan seseorang menimbulkan prasangka buruk di dalam lingkungannya tentu saja nilai kepuasan akan hilang. Namun proses yang dibiarkan mengalir didasari niat tulus dan jiwa tenang beralaskan prinsip adalah bahagia yang menetap, waktulah yang bertugas menjawabnya.

Ketiga, keadaan bahagia bukannya tanpa kesulitan hidup. Keliru besar jika seseorang ingin memiliki bahagia dengan cara menjauhi masalah-masalah kehidupan. Justru kebahagiaan menyusup, ketika dengan berani, pribadi matang, pengendalian diri, dan dengan bijak, orang menghadapi persoalan hidup. Barangkali ada yang bertanya, bagaimana mungkin saya berbahagia pada saat orang yang sangat saya kasihi pergi meninggalkan saya untuk selama-lamanya? Kenapa tidak mungkin? Ketika Anda menangis, bersedih, meratap, pasti Anda tahu bahwa ada kondisi kebalikannya. Menyadari betapa beruntungnya Anda pernah memiliki saat-saat indah bersamanya, merupakan proses bahwa Anda bahagia memiliki semua, baik di saat senang maupun saat susah.

Keempat, materi bukan ukuran kebahagiaan. Jika bahagia semata materi, maka depresi pun mengintai jiwa manusia. Orang akan terjebak pada lingkaran puas-tidak puas. Bahagia adalah perasaan cinta yang dibiasakan dan dipilih setiap orang, sehingga mencari cara untuk berbahagia dengan memiliki seluruh dunia adalah sia-sia. Bahagia bukan hal yang relatif, namun adalah karakter yang dibangun dari kebiasaan orang dalam proses mengisi hidup agar sungguh-sungguh bermakna. Menikmati hidup dengan tidak memusatkannya pada situasi dan kondisi yang baik atau buruk. Setiap orang bebas memilih untuk mau berbahagia atau tidak. Apabila orang sungguh-sungguh ingin berbahagia maka ia tahu bahagia sudah dimilikinya.